Serial Buku - Pi’il Pesenggikhi, Falsafah Hidup Orang Lampung. Buku 3: "Tepuk Tangan Bukan Sekadar Irama" Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

| 13x dilihat | Berita

Serial Buku - Pi’il Pesenggikhi, Falsafah Hidup Orang Lampung. Buku 3: "Tepuk Tangan Bukan Sekadar Irama" Oleh : Mohammad Medani Bahagianda *)

jdih.lampungprov.go.id - BANDAR LAMPUNG - Masyarakat Lampung dikenal sebagai salah satu komunitas adat yang kaya akan nilai sosial, budaya, dan spiritual. Di tengah arus modernisasi yang begitu deras, masyarakat Lampung tetap menjaga berbagai warisan budaya leluhur yang sarat makna.

Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji adalah peran seni dalam memperkuat solidaritas sosial, terutama melalui bentuk-bentuk ekspresi budaya seperti tari sembah dan ngakuk. Di balik gerakan tangan dan irama yang tampak sederhana, tersembunyi filosofi gotong royong, kebersamaan, dan penghormatan yang mendalam terhadap sesama.

Subtema "Simbol Kebersamaan dalam Seni dan Budaya" tidak hanya menggambarkan nilai estetika, tetapi juga menegaskan eksistensi budaya Lampung sebagai ruang hidup yang kolektif. Seni, dalam hal ini bukan sekadar hiburan, melainkan media pendidikan sosial dan spiritual yang memperkuat rasa kasih sayang dan hormat antaranggota masyarakat.

Ini sejalan dengan pesan moral dalam hadis Nabi Muhammad SAW: "Barang siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi" (HR. Bukhari), yang mempertegas bahwa kasih sayang adalah dasar dari relasi sosial yang harmonis.

Dalam tulisan ini, akan dibahas makna gotong royong dalam tari sembah dan ngakuk, bagaimana komunitas pemuda berperan dalam menghidupkan budaya, refleksi menjaga tradisi di tengah modernitas, dan integrasi nilai spiritual dalam adat. Semua itu menunjukkan bahwa "tepuk tangan" dalam konteks budaya Lampung adalah lambang dari persatuan yang hidup.

Tari sembah adalah bentuk ekspresi budaya yang sangat penting dalam masyarakat Lampung. Tari ini biasanya ditampilkan dalam penyambutan tamu, upacara adat, pernikahan, dan kegiatan resmi lainnya.
Salah satu ciri khasnya adalah gerakan tangan yang serempak, penuh kelembutan, dan disertai tepuk tangan yang ritmis. Di balik setiap gerakan, terdapat makna spiritual dan sosial yang dalam.

Tari sembah menekankan prinsip kebersamaan dan keselarasan. Para penari bergerak serempak, menyesuaikan tempo dan posisi dengan rekan lainnya. Ini mencerminkan filosofi gotong royong: kerja bersama, mendengar satu sama lain, dan menjaga ritme agar keharmonisan tetap terjaga.

Dalam kehidupan masyarakat Lampung, gotong royong tidak hanya terlihat dalam kegiatan fisik seperti membangun rumah atau memanen sawah, tetapi juga dalam seni.
Begitu juga dengan tari ngakuk, yang merupakan bagian dari budaya Lampung Saibatin. Tari ini lebih bersifat ritualistik dan mengandung unsur spiritual yang kuat. Gerakan dalam tari ngakuk melambangkan permohonan doa dan restu, serta penghormatan terhadap leluhur. Dalam praktiknya, tari ngakuk sering melibatkan komunitas dalam jumlah besar, yang memperkuat rasa keterhubungan antara individu dan kelompok.
Gerakan yang dilakukan secara kolektif dengan ketukan irama bersama menunjukkan bahwa tidak ada individu yang menonjol. Semua bersatu, bergerak dalam satu niat, dan berbagi energi positif. Hal ini menjadi simbol nyata bahwa dalam budaya Lampung, kebersamaan adalah keutamaan.

Di tengah perubahan zaman, peran komunitas dan pemuda menjadi vital dalam pelestarian seni budaya. Banyak komunitas budaya Lampung yang digerakkan oleh anak-anak muda dengan semangat tinggi untuk menjaga tradisi. Mereka membentuk sanggar tari, kelompok musik tradisional, hingga komunitas literasi yang menggali kembali cerita-cerita rakyat dan nilai-nilai adat.

Salah satu contoh adalah Sanggar Sekala Bekhak di Lampung Barat yang secara aktif melatih anak-anak muda menari sembah dan memainkan alat musik tradisional seperti gamolan pekhing. Kegiatan ini bukan hanya untuk melestarikan seni, tetapi juga membentuk karakter generasi muda: mereka belajar disiplin, kerja sama, dan rasa bangga terhadap identitas budaya.
Komunitas seperti ini juga menjadi ruang inklusif bagi anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi dan pendidikan. Seni menjadi jembatan untuk meretas sekat sosial dan membangun solidaritas lintas kelompok. Dalam latihan tari, mereka tidak hanya belajar gerakan, tetapi juga filosofi di baliknya—menghargai orang tua, menghormati tamu, dan menjaga harmoni.

Di kota-kota besar seperti Bandar Lampung, komunitas budaya berbasis kampus juga berkembang. Misalnya, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Budaya di Universitas Lampung rutin mengadakan pelatihan tari dan pertunjukan publik. Melalui platform digital, mereka juga memproduksi konten edukatif mengenai filosofi adat Lampung.

Aktivitas ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tanggung jawab tetua adat, tetapi juga menjadi proyek kolektif generasi muda yang sadar akan pentingnya akar budaya sebagai pijakan di tengah derasnya arus globalisasi.

Di era digital dan globalisasi, tantangan terhadap keberlangsungan tradisi semakin kompleks. Anak-anak muda lebih akrab dengan budaya populer global daripada seni tradisional lokal. Namun demikian, hal ini bukan akhir dari tradisi, melainkan peluang untuk memodernisasi penyajian budaya tanpa menghilangkan nilai dasarnya.
Refleksi penting yang muncul adalah bahwa tradisi harus kontekstual. Tari sembah dan ngakuk, misalnya, bisa dikemas dalam bentuk pertunjukan kontemporer yang tetap mengandung nilai gotong royong dan penghormatan. Beberapa seniman muda Lampung telah melakukannya dengan menggabungkan tari tradisional dan musik elektronik dalam pertunjukan modern. Yang penting adalah nilai-nilai sosial dan spiritual di dalamnya tetap dijaga.
Modernitas tidak harus menjadi lawan budaya tradisional. Dengan pendekatan kreatif, seni budaya Lampung bisa menjadi bagian dari identitas modern yang khas. Tepuk tangan dalam tari tidak hanya menjadi irama, tetapi juga pengingat bahwa setiap individu memiliki peran dalam menjaga kebersamaan. Dalam dunia yang semakin individualistis, pesan ini menjadi semakin relevan.

Nilai-nilai kasih sayang dan kebersamaan dalam budaya Lampung sangat sejalan dengan pesan spiritual dalam Islam. Hadis riwayat Bukhari di atas menegaskan bahwa menyayangi sesama adalah syarat untuk mendapatkan kasih sayang. Dalam seni budaya Lampung, khususnya tari sembah dan ngakuk, kasih sayang diwujudkan dalam kerja sama, keselarasan gerak, dan penghormatan terhadap sesama.
Para penari tidak boleh bersikap egois, mereka harus menyatu dengan kelompok, memahami ritme bersama, dan tidak mendahului gerakan. Hal ini merupakan bentuk kasih sayang: tidak menyulitkan yang lain, memberi ruang untuk harmoni. Ini adalah praktik sosial yang memiliki dimensi spiritual, sebagaimana ajaran Islam yang menganjurkan ukhuwah (persaudaraan) dan ta'awun (tolong-menolong).
Dengan demikian, adat dan ajaran agama tidak saling bertentangan. Justru nilai-nilai adat memperkuat pengamalan agama dalam bentuk yang kontekstual dan membumi. Seni menjadi medium dakwah yang lembut, mengajarkan nilai kasih sayang dan saling menghormati.

Tari sembah dan ngakuk bukan sekadar pertunjukan seni. Di dalamnya terkandung nilai gotong royong, penghormatan, dan kasih sayang yang menjadi inti dari kebudayaan Lampung. Gerakan yang selaras dan irama tepuk tangan yang teratur menjadi simbol bahwa masyarakat Lampung menempatkan kebersamaan sebagai pilar utama kehidupan.
Melalui aktivitas komunitas dan partisipasi pemuda, seni budaya Lampung terus hidup dan berkembang. Mereka menjadi agen pelestarian dan inovasi budaya, menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan akar nilai-nilai luhur.
Dalam refleksi spiritual, seni budaya Lampung juga sejalan dengan pesan-pesan Islam, seperti pentingnya kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Hadis Nabi menjadi landasan moral bahwa relasi sosial harus dibangun atas dasar cinta dan saling menghargai.

Tepuk tangan dalam konteks budaya Lampung adalah irama yang mengikat, menyatukan, dan menghidupkan nilai-nilai bersama. Ia adalah simbol bahwa dalam gerak dan suara kolektif, kita saling menyayangi, saling menjaga, dan bersama membangun peradaban. ***

*) Penulis Adalah Saibatin dari Kebandakhan Makhga Way Lima. Gelar Dalom Putekha Jaya Makhga, asal Sukamarga Gedungtataan, Pesawaran. Tinggal di Labuhan Ratu, Bandar Lampung.

Source: nataragung.id